0 komentar

TEORI BELAJAR, GAYA BELAJAR, DAN
STRATEGI PEMBELAJARAN

            Di bawah dikemukakan  bahasan tentang teori belajar, gaya belajar, dan strategi pembelajaran.
A. Teori Belajar
            Bagian ini membahas disiplin mental, behavioristik, kognitif, konstruktivistik.
1.      Teori Disiplin Mental
Teori ini dilandasi tanpa eksperimen, jadi orientasinya bersifat filosofis atau spekulatif yang dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles. Menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih, misalnya anak-anak diberikan daftar kata-kata dengan menggunakan kartu dimana tertulis setiap kata itu untuk dihafal setiap jam dan setiap hari kemudian diadakan evaluasi.
2.      Teori Behavioristik
Teori ini dikembangkan oleh Thorndike dengan trial and error-nya yang menghasilkan teori belajar connectionism sebagai awal dari pembentukan stimulus dan respon.
Ada tiga prinsip hukum belajar, yaitu : (1) Law of readines, (2) Law of exercise, (3) Law of effect. Teori ini berkembang menjadi teori pengkondisian (conditioning) yang dikembangkan oleh Ivan Pavlov yang menggunakan percobaan anjing, yang menghasilkan diantaranya reinforcement. Menurut teori ini belajar adalah perubahan tingkah laku. Teori disiplin mental maupun teori behavioristik masih juga berada di sekolah-sekolah di Indonesia.
Kritik terhadap teori behavioristik, yaitu:
a.       Apakah penelitian tentang proses belajar yang menyangkut hubungan stimulus respon (S-R) yang diperoleh melalui binatang sebagai subyek penelitian karakternya sama apabila diterapkan pada manusia?
b.      Apakah hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium akan relevan dengan situasi belajar sesungguhnya?
c.       Apakah faktor-faktor sosial juga diperhatikan dalam penelitian eksperimen di laboratorium?

3.      Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh ahli psikologi kognitif yang berbeda dengan behavioristik yang dipelopori oleh Gestalt yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafalkan di sekolah dan  menghendaki siswa belajar dengan pengertian bukan hafalan.
Teori ini menekankan  keseluruhan yang terpadu, alam  kehidupan manusia dan perilaku manusia selalu merupakan  keseluruhan. Bentuknya yang utuh, pola kesatuan dan keseluruhan lebih berarti dari pada bagian-bagian. Penangkapan makna ini disebut mengerti atau insight.
4.      Teori Konstruktivistik
Teori konstruktivistik pada dasarnya adalah seseorang yang belajar itu berdasarkan pada karakter dan potensi yang ada pada dirinya. Mereka membangun dirinya sendiri melalui bantuan orang lain. Pemanfaatan lingkungan belajar secara optimal yang ada pada lingkungan sekitar. Teori ini di dalam pembelajaran akan berdampak berbeda dengan teori belajar behavioristik (Degeng, tanpa tahun). Apabila dibandingkan antara teori behavioristik dan konstrukvistik dapat kita lihat pada caption berikut:
Analisis Komparatif Pandangan Behavioristik-Konstruktivistik
Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur rapi.
Konstruktivistik memandang bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu.
Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.
Si belajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh si belajar.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasikan peristiwa, obyek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik.

Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Penataan Lingkungan Belajar dan Pembelajaran

BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Keteraturan, kepastian, ketertiban
Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan
Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan.
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subyek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.
Kontrol belajar dipegang oleh sistem yang berada di luar diri si belajar.
Kontrol belajar dipegang oleh si belajar.

Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan pengetahuan.
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar.

Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Strategi Pembelajaran
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan.
Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat.
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pendangan si belajar.
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil.
Pembelajaran menekankan kepada proses

  1. Gaya Belajar
Apapun mata pelajarannya siswa belajar lebih cepat dan lebih efektif jika menguasai lima ketrampilan dibawah ini:
  1. Konsentrasi terfokus;
  2. Cara mencatat;
  3. Organisasi dan persiapan tes;
  4. Membaca cepat; dan
  5. Teknik mengingat.
Untuk mengoperasionalkan lima poin diatas, dapat dilakukan dengan cara: Memanfaatkan gaya belajar. Ada gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik  (Bobbi & Hernacki, 2003).
1.      Gaya belajar orang-orang visual
§  Rapi dan teratur
§  Berbicara dengan cepat
§  Perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik
§  Teliti terhadap detail
§  Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
§  Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
§  Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar
§  Mengingat dengan asosiasi visual
§  Biasanya tidak tertanggu oleh keributan
§  Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya
§  Pembaca cepat dan tekun
§  Lebih suka membaca daripada dibacakan
§  Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek
§  Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam repot
§  Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
§  Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak
§  Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
§  Lebih suka seni daripada musik
Pelajar visual perlu didorong untuk membuat banyak simbol dan gambar. Dalam ilmu pengetahuan, tabel dan grafik akan memperdalam pemahaman mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi para pelajar visual dalam pelajaran apapun. Karena pelajar visual belajar terbaik saat mereka belajar gambaran keseluruhan, atau pada saat melakukan tinjauan umum mengenai bahan belajar, maka berilah gambaran mengenai bahan bacaan sebelum mereka terjun ke perinciannya.
2.      Gaya belajar orang-orang auditorial
§  Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
§  Mudah terganggu oleh keributan
§  Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
§  Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
§  Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara
§  Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
§  Berbicara dalam irama yang terpola
§  Biasanya pembicara yang fasih
§  Lebih suka musik daripada seni
§  Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat
§  Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
§  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain
§  Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
§  Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
Pelajar auditorial bisa disarankan membuat fakta panjang yang mudah diingat oleh siswa auditorial dengan mengubahnya menjadi lagu dengan melodi yang sudah dikenal dengan baik. Mereka harus diperbolehkan berbicara dengan suara perlahan pada diri mereka sendiri pada saat mereka bekerja.


3.      Gaya belajar orang-orang kinestetik
§  Berbicara dengan perlahan
§  Menanggapi perhatian fisik
§  Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
§  Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
§  Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
§  Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
§  Belajar melalui memanipulasi dan praktik
§  Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
§  Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
§  Banyak menggunakan isyarat tubuh
§  Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
Pelajar kinestik ini menyukai proyek terapan. Lakon pendek dan lucu terbukti dapat membantu. Para pelajar kinestik suka belajar melalui gerakan, dan paling baik menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Tunjukkan caranya kepada mereka. Banyak pelajar kinestik menjauhkan diri dari bangku, mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka. Dorong siswa untuk menerapkan semua metode ini dalam belajar. Anda mungkin juga ingin memberi tahu orangtua tentang tipe belajar si anak dan mengajarkan mereka strategi yang mendukung gaya belajar tersebut.
C.  Strategi Pembelajaran
            Pendekatan pembelajaran berkenaan dengan bagaimana menyajikan bahan keilmuan kepada peserta didik secara efektif dan efisien. Istilah yang digunakan oleh para ahli menyebutkan bahwa pendekatan pembelajaran berbeda-beda dengan substansi yang hampir sama antara pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran. Pendekatan juga diartikan sebagai sebuah model pembelajaran.
Begitu juga dengan pengertian strategi pembelajaran, akan selalu terkait erat dengan metode pembelajaran itu sendiri. Hal ini karena dua pemahaman itu berusaha untuk mencari fokus menjadi titik perhatian para ilmuwan dalam mengklasifikasi variabel-variabel pembelajaran, yang dimodifikasi menjadi tiga hal, yaitu:

  1. Kondisi pembelajaran
  2. Metode pembelajaran
  3. Hasil pembelajaran

Kondisi pembelajaran: Faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Metode pembelajaran: Cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Hasil pembelajaran: Semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda.

1.      Kondisi Pembelajaran
Kondisi pembelajaran  yaitu variabel yang mempengaruhi penggunaan variabel metode. Oleh karena perhatian kita adalah untuk mempreskripsikan metode pembelajaran, maka variabel kondisi haruslah yang berinteraksi dengan metode dan sekaligus berada diluar kontrol pembelajaran.
Maksud yang terpenting dari bahasan ini adalah mengidentifikasi variabel-variabel pembelajaran yang memiliki pengaruh utama pada ketiga variabel metode yang telah dideskripsikan diatas. Karena itu pengelompokkan variabel kondisi pembelajaran menjadi tiga kelompok, yaitu:
               (1)      Tujuan dan karakteristik bidang studi;
               (2)      Kendala dan karakteristik bidang studi; dan
               (3)      Karakteristik si belajar.
Tujuan pembelajaran: Pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa sangat umum, sangat khusus, atau dimana saja dalam kontinum umum khusus.Karakteristik bidang studi: Aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan yang berguna sekali dalam mempreskripsikan strategi pembelajaran. Kendala: Keterbatasan sumber-sumber seperti waktu, media, personalia, dan uang. Karakteristik si belajar: Aspek-aspek atau kualitas perseorangan si belajar seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimilikinya.


Kondisi




Metode



           
Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran
 
Hasil



Diagram 1. Taksonomi Variabel Pembelajaran
2.      Metode Pembelajaran
Variabel metode pembelajaran diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu:
               (1)      Strategi pengorganisasian (organizational strategy);
               (2)      Strategi penyampaian (delivery strategy); dan
               (3)      Strategi pengelolaan (management strategy).
Organizational strategy adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi pengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya yang setingkat dengan itu.
Delivery strategy adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada si belajar dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari si belajar. Media pembelajaran merupakan bidang kajian utama dari strateginya.
Management strategy adalah metode untuk menata interaksi si belajar dan variabel metode pembelajaran lainnya – variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
a.      Strategi pengorganisasian pembelajaran
            Strategi pengorganisasian pembelajaran lebih lanjut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi mikro dan strategi makro. Strategi mikro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau prosedur, atau prinsip.
Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep, atau prosedur, atau prinsip. Strategi ini berurusan dengan bagaimana memilih, menata urutan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran (apakah itu konsep, prosedur, atau prinsip) yang saling berkaitan. Pemilihan isi, berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai mengacu kepada penetapan konsep-konsep, atau prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis, mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara menunjukkan keterkaitan diantara konsep-konsep, prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip. Pembuatan rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara melakukan tinjauan ulang konsep, prosedur, atau prinsip serta kaitan-kaitan yang sudah diajarkan.
b.      Strategi penyampaian pembelajaran
            Strategi penyampaian isi pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Proses itu meliputi pemanfaatan media pembelajaran, interak siswa dengan media (interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan media itu sendiri), dan bentuk belajar (klasikan, kelompok, dan individual).
c.       Strategi pengelolaan pembelajaran
            Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara si belajar dengan variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian mana yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling tidak ada tiga klasifikasi penting dalam variabel pengelolaan, yaitu: (1) penjadwalan strategi (2) catatan kemajuan belajar siswa, dan (3) motivasi.
3.      Hasil Pembelajaran
Seperti halnya variabel kondisi dan metode pembelajaran, variabel hasil pembelajaran juga dapat diklasifikasi dengan cara yang sama. Pada tingkat yang amat umum sekali, hasil pembelajaran dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:
               (1)      Keefektifan (effectiveness);
               (2)      Efeisiensi (efficiency); dan
               (3)      Daya tarik (appeal).
Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian si belajar. Ada empat aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau juga sering disebut dengan tingkat kesalahan, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih belajar, dan (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai si belajar dan atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan.
Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap/terus belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya pengukuran kecenderungan siswa untuk terus atau tidak terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi.
D.  Beberapa Model Pembelajaran
Di bawah ini akan diuraikan beberapa model pembelajaran, investigasi kelompok, analisis sosial, analisis nilai, pencapaian konsep, dialog ala Socrates, sosidrama/bermain peran, jigsaw, numbered heads together, think pair share, dan pembelajaran berbasis masalah.
1.      Model Pendekatan Investigasi Kelompok
Pendekatan ini bersifat demokratis yang ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan dari pengalaman kelompok dalam konteks masalah sebagai titik sentral kegiatan belajar. Pendekatan investigasi kelompok dilaksanakan dengan prosedur:
1)      Peserta didik dihadapkan pada situasi yang bermasalah
2)      Peserta didik mengeksplorasi untuk merespon situasi bermasalah yang sedang dihadapi
3)      Peserta didik merumuskan tugas-tugas belajar dan mengorganisasikannya untuk membangun suatu proses penelitian
4)      Peserta didik melakukan kegiatan belajar individual maupun kelompok
5)      Peserta didik menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam penelitian secara kelompok
6)      Peserta didik melakukan pengulangan kegiatan

2.      Model Pendekatan Analisis Sosial
Pendekatan analisis sosial adalah suatu penyajian pembelajaran secara induktif yang berorientasi pada cara kerja keilmuan dengan pola, masalah, hipotesis, pengumpulan dan pengolahan data, penarikan kesimpulan sebagai penguji hipotesis. Langkahnya sebagai berikut:

 












3.      Model Pendekatan Analisis Nilai
Langkahnya sebagai berikut:
 








4.      Model Pendekatan Pencapaian Konsep
Langkah-langkah penggunaan pendekatan pencapaian konsep adalah sebagai berikut:
a.       Tahap pertama: presentasi data dan identifikasi konsep
§  Guru mempresentasikan/menyajikan contoh-contoh yang diberi label
§  Peserta didik membandingkan atribut positif dan negatif dari contoh-contoh
§  Peserta didik menyusun dan mengetes hipotesis
§  Peserta didik membuat definisi dari atribut-atribut yang esensial
b.      Tahap kedua: testing pencapaian konsep
§  Peserta didik menjawab “ya” atau “tidak” pada contoh-contoh yang tidak diberi label
§  Guru menetapkan hipotesis, menamai/memberi label konsep dan mendefinisikan kembali berdasarkan atribut-atribut esensial
§  Peserta didik menyusun contoh-contoh
c.       Tahap ketiga: analisis strategi berpikir
§  Peserta didik mengungkapkan/mendeskripsikan pemikirannya
§  Peserta didik mendiskusikan peranan hipotesis dan atribut-atribut
§  Peserta didik mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis
5.      Model Dialog Socrates
Socrates diperkirakan berprofesi sebagai seorang ahli bangunan (stone mason) untuk mencukupi hidupnya. Penampilan fisiknya pendek dan tidak tampan, akan tetapi karena pesona, karakter dan kepandaiannya ia dapat membuat para aristokrat muda Athena saat itu untuk membentuk kelompok yang belajar kepadanya (Wikipedia, 2009).
Metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan, melainkan dengan cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta dengan menanyakan lebih jauh lagi, sehingga para siswanya terlatih untuk mampu memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud dengan mendetail.
Socrates sediri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Kebanyakan yang kita ketahui mengenai buah pikiran Socrates berasal dari catatan oleh Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya.
Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah  Dialogue, yang isinya berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal: "Kenalilah dirimu".
Socrates percaya bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, yang dipersiapkan dengan baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang karena menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alami lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu pengetahuan.


1.      Mengapa Jalan ala Socrates yang Ditempuh?
a.    Semua orang memiliki dunia kehidupannya. Dunia kehidupan ini belum tentu telah dijalani dengan baik sehingga menghasilkan kebahagiaan yang tulus. Bisa saja dunia kehidupan itu dilakukan dengan terpaksa atau menuruti kebiasaan orang kebanyakan. Dengan merunut pada kebiasaan awam semisal itu, bisa dipastikan tidak dapat menghasilkan kebahagiaan. Inti dialog adalah melahirkan kesadaran hidup baik dari diri sendiri dan kawan bicara. Bagaimana orang harus hidup merupakan urusan semua orang, karena itu dialog dengan tujuan hidup baik penting bagi siapapun.
b.    Semua orang memiliki kegelisahan akan kehidupan yang terus-menerus dibayangi kegelisahan atau ketidakpuasan. Namun ketidakpuasan ini jarang terungkap, seringkali kita menganggapnya sebagai gejala kejiwaan yang biasa-biasa saja. Jadi tak pernah dipersoalkan. Lama kelamaan ketidakpuasan itu terus menumpuk dan menghasilkan kesadaran palsu, kita jadi teramat pemarah tanpa alasan yang jelas atau menjadi sangat pemalas. Kita jadi pemarah karena ketidakpuasan yang telah menumpuk itu tak menemukan cara pembebasannya, ia terkurung dan ingin diekspresikan. Namun sekian lama tidak dibahasakan membuat kesadaran itu menjadi sulit dipahami. Pada saat itu yang muncul adalah emosi-emosi yang tak juntrung sebabnya. Demikianpun dengan rasa malas, biasanya rasa malas bermula dari keputusasaan: karena hidup selalu tidak memuaskan maka tak perlu lagi ada usaha. Dialog model Socrates merupakan pembebasan.
c.    Semua orang memiliki pertanyaan terhadap dunia kehidupannya. Juga memiliki sejumlah gagasan dan impian mengenai bagaimana cara hidup yang bahagia. Metode Socrates membutuhkan kejujuran terhadap apa yang dialami, dipikirkan dan dilakukan untuk dikemukakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dan rumusan-rumusan sederhana. Metode Socrates tidak membutuhkan pertanyaan yang ruwet atau jawaban yang ilmiah. Pertanyaan/jawaban yang baik adalah pertanyaan/jawaban yang berasal dari pengalaman kehidupan. Pertanyaan/jawaban yang berdasar teori merupakan kebiasaan kaum sofis, ini ditentang oleh Socrates.
d.   Saat ini kita sebenarnya hidup di tengah kerumunan ”masyarakat Sofis”. Ada banyak barang yang kita gunakan bukan berdasar kebutuhan kita terhadap barang tersebut, namun karena kemasan iklan yang merayu secara cerdik. Misalnya, karena di kepala kita sudah tertanam bahwa “hanya yang ilmiah sajalah yang benar, hanya yang telah diuji di laboratium sajalah yang benar” maka kita tertarik untuk membeli detergen tertentu setelah melihat iklan yang sedemikian ilmiah. Ingat ungkapan Kaum Sofis, “kebenaran atau kesalahan tergantung pada pengolahan kata-kata”. Seluruh iklan itu pada dasarnya cara pengolahan barang agar terkesan lebih berkualitas ketimbang barang lain yang sejenis, walaupun belum tentu demikian.

2.      Bagaimana Cara Melakukan Dialog a la Socrates?
Untuk kepentingan MADRASAH FALSAFAH buku karya Christopher Philips, yang berjudul Socrates Café, dapat dijadikan rujukan utama. Christopher Philips mengajak kita semua untuk mengaplikasikan kembali metode Socrates dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai metode ini Philips menuliskan:
1.          Metode Socrates bisa disebut sebgai metode elenchus, artinya penyelidikan atau uji silang. Melalui penyelidikan seseorang secara jujur memeriksa kesadaran yang dimilikinya dan melihat konskeunsi yang dihasilkan dari kesadaran itu. Jika ternyata konsekuensinya mengarah pada ketidakbahagiaan, keyakinan itu harus dirumuskan kembali.
2.          Dialog Socrates meminta kita untuk secara rela memeriksa seluruh kebenaran yang selama ini kita yakini, juga segala hal-hal yang selama ini dianggap remeh.
3.         Dialog Socrates menegaskan bahwa kearifan tidak bisa dilakukan sendirian. Dibutuhkan kawan dialog (bukan lawan) untuk setiap pencarian kebahagiaan. Kawan dialog ini secara kritis terus memberikan pandangan lain dari dalam dirinya. Pandangan lain itu bisa berbentuk hipotesis, keyakinan, dugaan atau teori-teori yang ditawarkan kawan dialog; kesemuanya menjadi cermin bagi seluruh keyakinan kita. Seluruh ketidaksetujuan dan penentangan merupakan cermin yang sangat dibutuhkan agar kita bisa berkaca dan menemukan cacat dari kesadaran yang selama ini dianggap telah sempurna.
4.         Untuk bisa mencapai dialog model Socrates dibutuhkan kejujuran dari semua peserta dialog. Melalui kejujuran orang akan sering memeriksa keyakinannya sendiri, karena kejujuran akan mengatakan bahwa “saya tahu bahwa saya tak tahu” atau “saya sadar bahwa keyakinanku bisa salah kaprah”. Kejujuran pula yang membuat kita bisa berdialog dengan rendah hati; kita bisa menerima dengan tulus apa pun yang dikemukakan orang lain walaupun berbeda atau bertentangan dengan kepercayaan kita sendiri.

3.      Socratesisasi Kelompok
1.         Buatlah kelompok dialog, yang secara sukarela mau mengobrolkan persoalan-persoalan keseharian dan keyakinan secara terbuka.
2.         Mulailah dengan tema-tema sederhana, misalnya tentang rumah, pacaran, kerja, tetangga, belajar, metode pembelajaran dll.
3.         Buatlah dengan pertanyaan-pertanyaan, seperti: apa maksudnya? Siapa yang setuju dan siapa yang menentang hal itu? Adakah cara-cara lain untuk memikirkannya, yang lebih masuk akal dan lebih dapat untuk terus dipertanggungjawabkan? Seluruh pertanyaan diupayakan untuk terus-menerus menggali konsekuensi-konsekuensi gagasan tertentu dan kemudian menawarkan alternatif dan keberatan yang menantang.
4.         Seluruh sanggahan, rumusan, pertanyaan, dan komentar peserta dialog sangat berharga. Jadi tak ada satupun yang dianggap remeh, semuanya berharga bagi perbaikan kesadaran masing-masing peserta dialog.
5.         Jika dialog tersebut tidak menyentuh kesadaran kita, tidak menyusahkan secara mental dan spiritual tidak menantang dan membingungkan dengan cara yang indah dan menggairahkan, dialog tersebut bukanlah dialog Socrates.

4.      Socratesisasi Individual
1.         Jika tidak bisa memiliki kelompok, mulailah menyiapkan mental untuk selalu membuka diri terhadap pelbagai macam pengalaman orang lain. Bisa dilakukan dengan cara berdialog langsung dengan orang-orang di sekitar kita, atau dengan membaca buku, menikmati karya seni dan lainnya.
2.         Pengalaman orang lain (siapapun dia, apapun derajat sosialnya, apapun agamanya) dianggap sebagai cara pandang alternatif yang bisa jadi berguna bagi perbaikan kesadaran kita. Hanya saja, agar kita tidak mudah terpengaruh oleh pelbagai pandangan yang berbeda kita harus terus-menerus kritis. Kita harus menanyakan alasan apa yang mendukung atau menentang masing-masing pandangan yang berbeda itu.
3.         Socratisasi secara individual sebenarnya lebih susah, namun bukan tak mungkin dilakukan. Salah satu sebabnya adalah kita harus terlebih dahulu memeriksa kesadaran-kesadaran yang selama ini diyakini, lalu memilih salah satunya untuk diperbincangkan dengan pengalaman orang lain. Berbeda jika dalam kelompok, kita bisa mendapatkan bahan pembicaraan dari peserta dialog, bahan-bahan yang semua dianggap remeh tetapi kemudian bisadari sebagai hal yang penting untuk diperiksa kembali. Untuk mengatasi kesulitan itu, lakukanlah dialog secara santai (tidak memaksakan tema yang telah disediakan). Biarkanlah arah dialog melaju ke wilayah yang tak terduga, asalkan menghasilkan kesadaran baru.
4.         Kejujuran, keterbukaan, berpikir rasional dan daya imajinasi sangat dibutuhkan dalam seluruh proses dialog. Kejujuran dan keterbukaan mengantarkan kita untuk menghargai semua kebedaan dan perbendaan. Berpikir rasional menjaga kita dari kepercayaan tanpa alasan. Sedangkan daya imajinasi membuat kita bisa menghubungkan apa-apa yang dibicarakan orang lain dengan  apa yang kita bicarakan dan kita lakukan (Tobucil, 2009).
Strategi penyampaian (delivery strategy) adalah metode untuk mcnyampaikan pembelajaran kepada siswa. Gagne, dkk (1992:32) menyatakan bahwa strategi penyampaian adalah "everything necessary to allow a particular instructional system to operate as it was intended and where it was intended". Strategi penyampaian pembelajaran mencakup lingkungan fisik, guru, bahan pembelajaran, dan kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan strategi, sumber belajar merupakan suatu komponen yang penting.



            Sumber belajar dibedakan menjadi enam jenis yaitu: pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar.
1.        Pesan/massage/isi adalah informasi yang ditransmisikan atau diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Dalam konteks pembelajaran, pesan ini terkait dengan isi bidang studi yang sedang dipelajari.
2.        Orang adalah semua personil yang terlibat dalam pencarian, pengolahan penyimpanan dan penyaluran pesan. Contohnya adalah guru (guru, dosen, guru, instruktur, tutor), siswa dan lainnya.
3.        Bahan adalah barang-barang yang disebut sebagai perangkat lunak (software) yang berisi pesan untuk disampaikan dengan menggunakan peralatan. Bahan berfungsi menyimpan pesan sebelum disalurkan menggunakan alat yang dirancang. Bahan ini sering disebut sebagai sumber belajar (software) atau perangkat lunak. Contohnya adalah buku, modul, majalah, bahan ajar terprogram, transparansi, film, VCD, atau pita audio.
4.        Alat adalah barang-barang yang disebut perangkat keras (hardware), yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan tadi. Contohnya adalah slide film proyektor, LCD, OHP, monitor TV, monitor komputer, kaset recorder, pesawat radio dan lain-lain.
5.        Teknik adalah prosedur yang utuh/lengkap atau pedoman langkah-langkah yang disiapkan untuk menyampaikan pesan/isi dengan menggunakan bahan, alat, orang, dan lingkungan belajar secara terkombinasi dan terkoordinasi. Contohnya: belajar mandiri, belajar jarak jauh, belajar secara kclompok, simulasi, diskusi, ceramah, pemecahan masalah, tanya jawab dan sebagainya.
6.        Latar atau lingkungan adalah situasi disekitar terjadinya proses pembelajaran. Latar ini dibedakan atas dua jenis yaitu lingkungan yang berbentuk fisik dan non fisik. Contohnya adalah:
a.    lingkungan fisik yaitu gedung sekolah, rumah, perpustakaan, laboratorium, studio, ruang rapat, museum, taman, dan sebagainya;
b.    lingkungan non fisik yaitu tatanan ruang belajar, sistem ventilasi, tingkat kegaduhan lingkungan belajar, cuaca, dan sebagainya.

Degeng (1997) mengatakan bahwa sumber belajar pembelajaran mencakup semua sumber yang (mungkin) dapat digunakan oleh siswa agar terjadi perilaku belajar. Di sini dapat diartikan bahwa sumber belajar melebihi bidang audio visual tradisional dan menjangkau bidang teknologi pembelajaran masa sekarang dan masa yang akan datang. Membatasi ruang lingkup sumber belajar membawa konsekuensi, membatasi alat yang tersedia bagi pembelajaran. Sebaliknya dengan memandang bahwa semua sumber mempunyai potensi sebagai sumber belajar, akan meningkatkan penggunaan sarana/alat yang tersedia untuk keperluan belajar/pembelajaran
.

Sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
    1. sumber belajar yang direncanakan (by design).
    2. sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization)

Sumber belajar by design yaitu semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional. untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. Sumber belajar by design ini sengaja dibuat untuk digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar by design ini seperti buku teks, buku ajar, slide, film, video, bahan pembelajaran terprogram, program pembelajaran menggunakan komputer dan sebagainya, yang dirancang dan dibuat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Metode dialog pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan. Setiap proses interaksi metode dialog selalu dilandasi dengan unsur sebagai berikut :
a.       Tujuan yang akan dicapai dari proses dialog tersebut.
b.      Adanya guru dan siswa sebagai individu yang terikat dalam proses dialog itu.
c.       Adanya bahan dialog sebagai isi dari proses interaksi.
d.      Adanya metode dialog sebagai alat untuk menciptakan situasi pembelajaran yang efektif.

Metode dialog adalah Proses Belajar Mengajar dimana terjadi interaksi antara kegiatan mengajar yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dialog berhubungan dengan cara guru menjelaskan bahan kepada siswa sedangkan belajar mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mempelajari bahan yang disampaikan guru. Oleh karena itu kegiatan belajar erat hubungannya dengan metode mengajar.

Awal keberhasilan proses interaksi dialog tergantung pada guru dan siswa itu sendiri sebagai peran
 utama dalam  proses interaksi. Misalnya guru dituntut kesabaran, keuletan, sikap terbuka, disamping kemampuan dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang merangsang siswa untuk belajar. Demikian pula siswa dituntut adanya semangat dan dorongan untuk belajar disamping kemampuan yang dimiliki oleh individu serta sikap siswa itu sendiri.

Prinsip-prinsip interaksi Dialog:
a.       Saling mempercayai antara guru dengan siswa. Guru harus mempercayai bahwa siswa adalah individu yang dapat dididik dan mempunyai potensi untuk berkembang.
b.      Interaksi dialog belajar mengajar memerlukan motivasi. Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan belajar.
c.       Belajar berarti mengalami yaitu keberhasilan proses interaksi belajar mengajar tergantung bagaimana cara siswa belajar.

Untuk mencapai interaksi metode dialog sudah barang tentu perlu, adanya komunikasi yang jelas antara guru (pengajar) dengan siswa (pelajar), sehingga terpadunya dua kegiatan, yakni dialog (usaha guru) dengan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai tujuan metode dialog tersebut.
a.       Dialogi sebagai aksi atau komunikasi satu arah.
Dalam dialog ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif siswa pasif.
b.       Dialog sebagai interkasi dua arah
Pada dialog ini guru dan siswa dapat berperan sama, yakni pemberi aksi dan penerima aksi.
c.       Dialog banyak arah atau dialog sebagai transaksi.
Yakni dialog yang tidak hanya melibatkan dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Proses Belajar Mengajar dengan pola dialogi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif(Dikutip dari http://embun-putih.blogspot.com, 2009)

6.      Model Sosiodrama/Bermain Peran
Metode sosiodrama dan bermain peranan merupakan dua buah metode mengajar yang mengandung pengertian yang dapat dikatakan bersama dan karenanya dalam pelaksanaan sering disilih gantikan. Istilah sosiodrama berasal dari kata sosio = sosial dan drama. Kata drama adalah suatu kejadian atau peristiwa dalarn kehidupan manusia yang mengandung konflik kejiwaan, pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. Sedangkan bermain peranan berarti memegang fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai Lurah, penjudi, nenek tua renta dan sebagainya.
Kedua metode tersebut biasanya disingkat menjadi metode “sosiodrama” yang merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungan sosial, untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinan guru, Melalui metode ini guru ingin mengajarkan cara-cara bertingkah laku dalam hubungan antara sesama manusia. Cara yang paling baik untuk memahami nilai sosiodrama adalah mengalami sendiri sosiodrama, mengikuti penuturan terjadinya sosiodrama dan mengikuti langkah-langkah guru pada saat memimpin sosiodrama.
Guru memberi kesempatan kepada para pendengar (siswa lain) untuk memberikan pendapat atau mencari pemecahan dengan cara-cara lain, kemudian diambil kesimpulan.
Dalam diskusi kemungkinan terjadi diskusi yang seru karena adanya perbedaan pendapat. Timbul pertanyaan, apakah dalam keadaan yang sebenamya mereka juga berani berkata demikian? Sampai dimanakah manusia dapat mengambil kesimpulan atau keputusan yang sama apabila dalam situasi yang menekan. Permainan peranan ini menimbulkan sejumlah masalah yang perlu dicamkan oleh para siswa. Perasaan mereka dapat diperkuat oleh pengalaman yang realistis itu.
 Bila metode inl dikendalikan dengan cekatan oleh guru, banyak manfaat yang dapat dipetik, sebagai metode cara ini : (1) Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, sehingga dapat mempertajam imajinasi, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi. (2) Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya. (3) Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
 Sebaliknya betapapun besar nilai metode ini ditangan yang kurang bijaksana akan menjadi nihil. Pada umumnya karena guru sendiri tidak paham akan tujuan yang dicapai, atau guru memilih metode ini walaupun sebenarnya kurang tepat untuk tujuan tertentu. Dapat terjadi guru tidak menyadari pentingnya langkah langkah dalam metode ini.
1.      Kelebihan dan Kelemahan Sosiodrama/Bermain Peran 
Kelebihan:
o   Mengembangkan kreativitas siswa (dengan peran yang dimainkan siswa dapat berfantasi)
o   Memupuk kerjasama antara siswa.
o   Menumbuhkan bakat siswa dalam seni drama.
o   Siswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri.
o   Memupuk keberanian berpendapat di depan kelas.
o   Melatih siswa untuk menganalisa masalah dan mengambil kesimpulan dalarn waktu singkat.

Kelemahan:
o   Adanya kurang kesungguhan para pemain menyebabkan tujuan tak tercapai.
o   Pendengar (siswa yang tak berperan) sening mentertawakan tingkah laku pemain sehingga merusak suasana. (Dikutip dari http://pakguruonline.pendidikan.net/, 2009)

7.      Model Jigsaw
Langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1.      Kelompok cooperative (awal)
a.       Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang
b.      Bagikan wacana atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan
c.       Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan wacana/tugas yang berbeda-beda dan memhami informasi yang ada di dalamnya
2.      Kelompok ahli
a.       Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana/tugas yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan wacana/tugas yang telah dipersiapkan
b.      Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi asli sesuai dengan wacana/tugas yang menjadi tanggung jawabnya
c.       Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana/tugas yang telah dipahami kepada kelompok cooperative
3.      Kelompok cooperative (awal)
a.       Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, masing-masing siswa kembali kelompok cooperative (awal)
b.      Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli
c.       Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi

8.      Model  Numbered Heads Together
Dikembangkan oleh Spancer Kagan (1992), teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini juga digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1.      Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor urut;
2.      Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya;
3.      Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini;
4.      Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor panggil, melaporkan hasil kerjasama mereka;
5.      Tanggapan dari kelompok lain; dan
6.      Teknik Kepala Bernomor ini juga dapat dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain.

9.      Model Think Pair Share
Teknik belajar mengajar Berpikir-Berpasangan-Berempat dikembangkan oleh Frank Lyman dan Spencer Kagan sebagai struktur kegiatan pembelajaran Cooperative Learning. Teknik ini memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta kekerjasama dengan orang lain, keunggulan adalah optimalisasi partisipasi siswa.
Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair Share:
1.      Guru membagi siswa dalam kelompok berempat, dan memberikan tugas kepada semua kelompok;
2.      Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas yang diberikan sendiri;
3.      Siswa berpasangan dengan salah satu temannya dalam kelompok dan mendiskusikan hasil yang dikerjakan; dan
4.      Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat untuk mendiskusikan kembali hasil pekerjaannya.

10.   Model Pembelajaran Berbasis Masalah
            Masalah dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak ditemuinya diwaktu sebelumnya. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya.
Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah. Kemampuan memecahkan masalah adalah salah satu bentuk kemampuan tingkat tinggi dari hirarki belajar. Dalam pengembangan pembelajaran ini pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses atau upaya untuk mendapatkan suatu penyelesaian tugas atau situasi yang benar-benar sebagai masalah dengan menggunakan aturan-aturan yang sudah diketahui.
Model pembelajaran berbasis masalah menurut Arnes penggunaannya di dalam pengembangan tingkat berpikir yang lebih tinggi dalam situasi yang berorientasi pada masalah, termasuk pembelajaran bagaimana belajar. Model pembelajaran ini juga mengacu kepada pembelajaran-pembelajaran lain seperti pengajaran berdasar proyek (project base instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience base instruction), pembelajaran autentik (authentic instruction), dan pembelajaran bermakna. Pada pembelajaran ini, pembelajar berperan mengajukan permasalahan atau pertanyaan, memberikan dorongan, memotivasi dan menyediakan bahan ajar, dan fasilitas yang diperlukan pebelajar. Selain itu pembelajar memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual pebelajar.
Pembelajaran ini banyak menumbuhkankembangkan kreatifitas belajar, baik secara individual maupun secara kelompok. Hampir setiap langkah menuntut keaktifan pebelajar, sedangkan peranan pembelajar lebih banyak sebagai stimuli, membimbing kegiatan pebelajar, dan menentukan arah apa yang harus dilakukan oleh pebelajar.
Keberhasilan model pembelajar berdasar masalah sangat tergantung pada adanya sumber belajar bagi pebelajar, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan. Menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan pembelajar dalam mengangkat dan merumuskan masalah.
Beberapa kelebihan penggunaan pembelajaran berbasis masalah diantaranya: (1) Pebelajar lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut; (2) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir pebelajar yang lebih tinggi; (3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki pebelajar sehingga pembelajaran lebih bermakna; (4) Pebelajar dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan pebelajar terhadap bahan yang dipelajari; (5) Menjadikan pebelajar lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara pebelajar; dan (6) Pengkondisian pebelajar dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar pebelajar dapat diharapkan.

Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
            Menurut Arends*, pengelolaan pembelajaran berbasis masalah terdapat 5 langkah utama. Berikut kelima langkah yang dimaksud:
  1. Mengorientasikan pebelajar pada masalah
  2. Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar
  3. Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
  5. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Berikut ini dibahas secara rinci 5 langkah pembelajaran berbasis masalah.
Mengorientasikan pebelajar pada masalah
            Pada awal pembelajaran berbasis masalah, pembelajar terlebih dahulu menyampaikan secara jelas tujuan pembelajaran, menetapkan sikap positif terhadap pembelajaran, dan menjelaskan pada pebelajar bagaimana cara pelaksanaannya. Bagi pebelajar pemula yang belum pernah mengikuti pada pengajaran berdasar masalah, pembelajar juga harus menjelaskan proses dan prosedur model pembelajaran secara mendalam. Selanjutnya pembelajaran melakukan orientasi masalah hingga masalah muncul atau ditemukan sendiri oleh pebelajar. Berdasarkan masalah tersebut pebelajar dilibatkan secara aktif memecahkannya, menemukan konsep, prinsip-prinsip, dan seterusnya dalam mata kuliah difusi inovasi pendidikan.
Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar
            Pembelajaran berbasis masalah memerlukan keterampilan pengembangan kolaborasi diantara pebelajar dan membantu mereka menyelidiki masalah secara bersama-sama. Hal ini merupakan bantuan merencanakan penyelidikan dan pelaporan tugas-tugas mereka. Selain itu perlu adanya kelompok belajar. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan didalam mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok pembelajaran berdasar masalah yakni pebelajaran dibentuk bervariasi dengan memperhatikan kemampuan, ras, etnis, dan jenis kelamin sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Jika perbedaan kelompok diperlukan, pembelajar dapat membuat tanda kelompok. Pada suatu waktu pembelajar dapat membagi kelompok tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama antara pebelajar dan pembelajar. Sedang bagian lain mereka dapat memecahkan masalah sendiri secara individual.
Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
            Penyelidikan dilakukan secara mandiri, berkelompok atau dalam kelompok kecil yang merupakan inti model pembelajaran berdasar masalah. Walaupun setiap situasi masalah memerlukan sedikit perbedaan teknik penyelidikan, paling banyak meliputi proses pengumpulan data dan eksperimen, hipotesis, penjelasan dan pemberian penyelesaian. Pada tahap ini pembelajar mendorong pebelajar mengumpulkan data dan melaksanakan kegiatan aktual sampai mereka benar-benar mengerti dimensi situasi permasalah. Tujuannya adalah agar pebelajar dapat mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Pada tahap ini pembelajaran harus banyak membaca selain apa yang telah ada dalam bahan ajar. Pembelajar membantu pebelajar dalam pengumpulkan informasi dari beberapa sumber dan mengajukan pertanyaan pada pebelajar untuk mendeteksi pemahaman mereka tentang masalah dan konsep yang ditemukan serta jenis informasi yang dibutuhkan untuk menemukan pemecahan masalah.
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
            Hasil-hasil yang telah diperoleh harus dipresentasikan sesuai dengan pemahaman pebelajar. Pebelajar secara mandiri atau kelompok memberikan tanggapan atas hasil kerja temannya. Berdiskusi, berdialog, bahkan berdebat memberi komentar terhadap pemecahan masalah yang disajikan. Dalam hal ini pembelajar mengarahkan, memberi pandangan atas tanggapan-tanggapan pebelajar tetapi tidak memerankan sebagai nara sumber sebagai justifikasi.

Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
            Tahap akhir pembelajaran berdasar masalah meliputi bantuan pada pebelajar menganalisa dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri sebagaimana kegiatan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan didalam pencapaian hasil pemecahan masalah. Selama tahap ini, pembelajar menugasi pebelajar menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan mereka pada setiap tahap pembelajaran.
            Prosedur pelaksanaan pembalajaran berbasis masalah tersebut secara ringkas dapat disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1. Prosedur Pembelajar Berbasis Masalah
Langkah
Kegiatan Pembelajar
Orientasi masalah
Menginformasikan tujuan pembelajaran
Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
Mendorong pebelajar mengekspresikan ide-ide secara terbuka
Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar
Membantu pebelajar menemukan konsep berdasar masalah
Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar pebelajar aktif (CBPA)
Menguji pemahaman pebelajar atas konsep yang ditemukan
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Memberi kemudahan pengerjaan pebelajar dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
Mendorong dialog, diskusi dengan teman
Membantu pebelajar mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
Membantu pebelajar merumuskan hipotesis
Membantu pebelajar dalam memberikan solusi
Baca selengkapnya »
 

Copyright © 2010 • Ain Blog • Design by Dzignine